PENULISAN 6
PENGANTAR PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN
NAMA : RAMA ADITAMA
KELAS : 2TA06
NPM : 15315617
Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan
Jurusan Teknik sipil
Cara Proses Pengolahan Biji Kakao Menjadi Coklat
Kakao merupakan salah satu komoditas
yang dapat memberikan kontribusi untuk peningkatan devisa Negara. Indonesia
sebagai salah satu negara pemasok utama kakao dunia setelah Pantai Gading
(38,3%) dan Ghana (20,2%) dengan persentasi 13,6%. Denggan mengolah Kakao
menjadi prodak yang berkualitas di dalam Negeri. Kita sudah mampu menyelamatkan
keuangan negara sekitar 5% atau USD 200/ ton setiap ekpor biji Kakao.
Untuk mengolah biji Kakao menjadi coklat dibutuhkan pengetahuan yang memadai agar hasilnya berkuwalitas dan
memiliki nilai jual untuk dipasarkan ke pasar menjadi sebuah prodak . Makanan
dan minuman yang dihasilkan dari tanaman kakao saat ini menjadi primadona di
hampir semua golongan masyarakat. Jangankan anak-anak, orang dewasapun
menjadikan coklat sebagai jenis makanan dan minuman favorit mereka.
Secara umum proses pengolahan biji kakao menjadi coklat melalui beberapa tahapan. Berikut
beberapa informasi proses pengolahan biji kakao menjadi coklat.
CARA KE-1
1. Biji kakao dibersihkan untuk menghilangkan semua bahan yang asing.
2. Biji kakao selanjutnya akan dipanggang/disangrai untuk membawa keluar
rasa coklat dan warna biji (roasted). Suhu, waktu dan tingkat kelembaban pada
saat penyangraian (roasted) tergantung pada jenis biji yang digunakan dan jenis
coklat atau produk yang akan dihasilkan.
3. Sebuah mesin penampi (winnowing machine) akan digunakan untuk memisahkan
kulit biji dan biji kakao.
4. Biji kakao kemudian akan mengalami proses alkalisasi, biasanya
menggunakan kalium karbonat, untuk mengembangkan rasa dan warna.
5. Setelah di alkalisasi, biji kakao kemudian memasuki proses penggilingan
untuk membuat cocoa liquor (kakao partikel tersuspensi dalam cocoa butter).
Suhu dan tingkat penggilingan bervariasi sesuai dengan jenis mesin penggilingan
yang digunakan dan produk yang akan dihasilkan.
6. Setelah biji kakao menjadi cocoa liquor, biasanya produsen akan
menambahkan bahan pencampur, seperti kacang untuk menambah citra rasa coklat.
Umumnya menggunakan lebih dari satu jenis kacang dalam produk mereka, yang
dicampur bersama-sama dengan formula yang dibutuhkan.
7. Tahapan selanjunya adalah mengekstrak the cocoa liquor dengan cara
dipress/ditekan untuk mendapatkan lemak coklat (cocoa butter) dan kakao dengan
massa padat yang disebut cocoa presscake. Persentasi lemak kakao yang dipress
disesuaikan dengan keinginan produsen sehingga komposisi lemak coklat (cocoa
butter) dan cocoa presscake berbeda-beda.
8. Pengolahan sekarang menjadi dua arah yang berbeda. Lemak coklat akan
digunakan dalam pembuatan coklat. Sementara cocoa presscake akan dihaluskan
menjadi coklat dalam bentuk bubuk.
9. Lemak coklat (cocoa butter) selanjutnya akan digunakan untuk memproduksi
coklat melalui penambahan cocoa liquor. Bahan-bahan lain seperti gula, susu,
pengemulsi agen dan cocoa butter ditambahkan dan dicampur. Proporsi bahan akan
berbeda tergantung pada jenis cokelat yang dibuat.
10. Campuran kemudian mengalami proses pemurnian sampai pasta yang halus
terbentuk (refining). Refining bertujuan meningkatkan tekstur dari coklat.
11. Proses selanjutnya, conching, untuk mengembangkan lebih lanjut rasa dan
tekstur coklat. Conching adalah proses menguleni atau smoothing. Kecepatan,
durasi dan suhu conching akan mempengaruhi rasa. Sebuah alternatif untuk
conching adalah proses pengemulsi menggunakan mesin yang bekerja seperti
pengocok telur.
12. Campuran ini kemudian melewati pemanasan, pendinginan dan proses
pemanasan kembali. Hal ini mencegah perubahan warna dan lemak coklat
dalam produk tersebut. Hal ini untuk mencegah perubahan warna dan melelehnya
coklat dalam produk.
13. Campuran ini kemudian dimasukkan ke dalam cetakan atau digunakan untuk
pengisi enrobing dan didinginkan di ruang pendingin.
CARA KE-2
Proses pengolahan
Kakau menjadi coklat dengan sistem Fermentasi akan menghasilkan kakao dengan cita rasa
setara dengan kakao yang berasal dari Ghana. Karena, kakao Indonesia memiliki
kelebihan tidak mudah meleleh sehingga cocok untuk blending.
Fermentasi merupakan suatu
proses produksi suatu produk dengan mikroba sebagai organisme pemroses.
Fermentasi biji kakao merupakan fermentasi tradisional yang melibatkan
mikroorganisme indigen dan aktivitas enzim endogen. Fermentasi biji kakao tidak
memerlukan penambahan kultur starter (biang), karena pulp kakao yang mengandung
banyak glukosa, fruktosa, sukrosa dan asam sitrat dapat mengundang pertumbuhan
mikroorganisme sehingga terjadi fermentasi.
Tahapan pengolahan pasca panen kakao
yaitu buah hasil panen dibelah dan biji berselimut pulp dikeluarkan, kemudian
dikumpulkan pada suatu wadah. Jenis wadah yang digunakan dapat bervariasi,
diantaranya drying platforms (Amerika), keranjang yang dilapisi oleh daun, dan
kontainer kayu. Kontainer disimpan di atas tanah atau di atas saluran untuk
menampung pulp juices yang dihasilkan selama fermentasi (hasil degradasi pulp).
Pada umumnya, dasar kontainer
memiliki lubang kecil untuk drainase dan aerasi. Kontainer tidak diisi secara
penuh, disisakan 10 cm dari atas dan permukaan atas ditutupi dengan daun pisang
yang bertujuan untuk menahan panas dan mencegah permukaan biji dari
pengeringan. Fermentasi dalam kotak dapat dilakukan selama 2 – 6 hari, isi
kotak dibalik tiap hari dengan memindahkannya ke kotak lain.
Fermentasi biji kakao akan
menghasilkan prekursor cita rasa, mencokelat-hitamkan warna biji, mengurangi
rasa-rasa pahit, asam, manis dan aroma bunga, meningkatkan aroma kakao
(cokelat) dan kacang (nutty), dan mengeraskan kulit biji menjadi seperti
tempurung. Biji yang tidak difermentasi tidak akan memiliki senyawa prekursor
tersebut sehingga cita rasa dan mutu biji sangat rendah.
Fermentasi pada biji kakao terjadi
dalam dua tahap yaitu fermentasi anaerob dan fermentasi aerob. Keberadaan asam
sitrat membuat lingkungan pulp menjadi asam sehingga akan menginisiasi
pertumbuhan ragi dan terjadi fermentasi secara anaerob. Fermentasi aerob
diinisiasi oleh bakteri asam laktat dan bakteri asam asetat. Produk fermentasi
yang dihasilkan berupa etanol, asam laktat, dan asam asetat yang akan berdifusi
ke dalam biji dan membuat biji tidak berkecambah.
Selama fermentasi terjadi pula
aktivitas enzimatik, enzim yang terlibat adalah endoprotease, aminopeptidase,
karboksipeptidase, invertase (kotiledon dan pulp), polifenol oksidase dan
glikosidase. Enzim-enzim ini berperan dalam pembentukan prekursor cita rasa dan
degradasi pigmen selama fermentasi. Prekursor cita rasa (asam amino, peptida
dan gula pereduksi) membentuk komponen cita rasa di bawah reaksi Maillard
(reaksi pencoklatan non-enzimatis) selama penyangraian.
Untuk menghentikan proses fermentasi,
biji kakao kemudian dikeringkan. Pengeringan dilakukan sampai kadar air menjadi
7 – 8 % (setimbang dengan udara berkelembaban 75 %). Kadar air kurang dari 6 %,
biji akan rapuh sehingga penanganan serta pengolahan lanjutnya menjadi lebih
sulit. Kadar air lebih dari 9 % memungkinkan pelapukan biji oleh jamur.
Pengeringan dengan pemanas simar surya dapat memakan waktu 14 hari, sedangkan
dengan pengeringan non surya memakan waktu 2 – 3 hari.
Setelah pengeringan, biji disortir
untuk membersihkan biji dan dilanjutkan dengan penyangraian pada suhu 210 C
selama 10 – 15 menit. Tujuan dari penyangraian adalah untuk mensterilisasi biji
serta pembentukan cita rasa dari prekursor cita rasa (hasil fermentasi) melalui
reaksi Maillard.
Pada saat panen, petani coklat
Indonesia memiliki kecenderungan untuk mengolah biji coklat tanpa fermentasi
dengan cara merendam biji dalam air untuk membuang pulp dan dilanjutkan dengan
penjemuran, dengan demikian biji siap dijual tanpa memerhatikan kualitas.
Langkah tersebut diambil petani untuk mendapatkan hasil penjualan yang cepat
karena jika melalui fermentasi diperlukan waktu inkubasi sehingga petani harus
menunggu untuk mendapatkan keuntungan dari penjualan, sedangkan fermentasi
merupkan kunci penting untuk memberikan cita rasa coklat.
Produk yang melalui proses fermentasi
sehingga diperoleh cita rasa coklat yang sesungguhnya dengan cost production
yang relatif rendah. Fermentasi dapat dilakukan secara tradisional dan tidak
memerlukan treatment khusus, hanya diperlukan wadah fermentasi dari kayu, ruang
penyimpanan, lahan untuk menjemur, dan mesin penyangrai. Dengan demikian,
pengetahuan mengenai pentingnya fermentasi pada biji kakao perlu disebarluaskan
pada petani coklat agar mampu mengolah Kakao dengan baik.
REFERENSI